Wartajuara.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah mencetuskan ide baru yang menarik untuk menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Ide ini berupa pembentukan platform bernama Marketplace Guru atau Lokapasar.
Mendikbudristek Nadiem mengklaim bahwa gagasan Marketplace Guru ini akan membantu mengatasi masalah tenaga pengajar honorer yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Rencana ini telah dibahas bersama Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan MenpanRB, serta telah disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI.
Marketplace Guru akan menjadi wadah atau media perekrutan guru, di mana sekolah dapat mencari dan mengundang calon pengajar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan adanya Marketplace Guru, diharapkan pihak sekolah akan lebih mudah mencari pengajar yang diperlukan dan prosesnya akan lebih terarah sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Pengamat Teknologi dan Informatika, Heru Sutadi, memberikan tanggapannya terkait gagasan ini. Menurutnya, rencana Mendikbudristek untuk merancang Marketplace Guru merupakan inovasi yang patut diapresiasi, tetapi perlu lebih dielaborasi.
Heru mengatakan, “Konsep Marketplace Guru perlu dielaborasi lebih lanjut, seperti manfaat apa yang akan diberikan oleh Marketplace Guru, dan apakah ide tersebut akan berhasil atau tidak. Marketplace biasanya berupa platform atau aplikasi di mana terjadi transaksi jual beli atau penggunaan jasa. Oleh karena itu, kita perlu memahami konsep Marketplace Guru dengan lebih mendalam.”
Dia menjelaskan bahwa profesi guru tidak dapat disamakan dengan jasa seperti tukang atau profesi lainnya, juga tidak bisa dianggap seperti transaksi jual beli barang. “Guru harus memiliki pengalaman dan sertifikasi. Jadi, kurang tepat jika guru disamakan dengan jual beli jasa. Menurut saya, platform yang lebih sesuai adalah talent pool, yaitu tempat berkumpulnya para guru dengan sertifikasi sesuai tingkatan pendidikan masing-masing,” kata Heru.
Jadi, jika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membutuhkan guru untuk sebuah sekolah, mereka dapat mencarinya di talent pool tersebut.
Heru juga menyoroti masalah ketimpangan pendidik di beberapa daerah, terutama di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal yang masih kekurangan tenaga pengajar. Menurutnya, penamaan Marketplace Guru kurang tepat karena belum dapat menjawab kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh para guru.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema. Menurutnya, gagasan Marketplace Guru pemerintah masih perlu dikaji lebih mendalam. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses seleksi dan rekrutmen guru, terutama terkait kualitas guru itu sendiri.
“Ini hanya merupakan gagasan yang menjelaskan aspek teknis saja. Namun, dalam seleksi guru, bukan hanya tentang tekn
ik perekrutan, tetapi juga substansi dan kualitas dari hasil seleksinya. Kita tidak ingin proses seleksi guru ASN menghasilkan kualitas yang rendah,” kata Doni.
Menurutnya, dalam gagasan Marketplace Guru, perlu dijelaskan mekanisme seleksi guru yang memprioritaskan kualitas, yang tidak dapat disamakan dengan rekrutmen profesi lainnya.
“Mekanisme seleksi guru dalam gagasan Nadiem ini juga tidak menjelaskan bagaimana platform seleksi guru tersebut dapat menjamin kualitas guru. Saya melihat ini seperti Gojek, di mana siapa pun dapat menjadi pengemudi Gojek asal memiliki SIM,” ujarnya.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, juga mengkritik gagasan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengenai Marketplace Guru. Menurutnya, gagasan tersebut tidak menyelesaikan akar permasalahan tenaga pendidikan di Indonesia.
Menurut Huda, Marketplace Guru hanya akan membantu dalam distribusi guru, tetapi itu hanya menjadi salah satu dari banyak masalah dalam pengelolaan tenaga pendidikan di Indonesia.
“Saat ini, yang dibutuhkan adalah konsistensi dari pemerintah untuk menyelesaikan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pemerintah harus menuntaskan berbagai kendala, mulai dari proses rekrutmen, penerbitan surat pengangkatan, hingga penempatan guru yang lolos seleksi. Sampai saat ini, proses rekrutmen satu juta guru honorer menjadi ASN masih belum selesai meskipun program tersebut diluncurkan dua tahun yang lalu,” jelasnya.
Huda mengungkapkan bahwa proses rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK memiliki banyak kendala. Mulai dari keengganan pemerintah daerah dalam mengajukan formasi, kendala administrasi yang menyebabkan guru yang lolos seleksi tidak segera mendapatkan SK pengangkatan sebagai ASN, hingga konflik dalam proses penempatan di lapangan.
“Kendala-kendala dalam rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK membutuhkan solusi politis, di mana Mendikbudristek dapat meminta Presiden untuk mengatasi hambatan-hambatan regulatif dan personal. Bukan menciptakan aplikasi baru,” tambahnya.
Huda mengakui bahwa Marketplace Guru dapat memberikan manfaat dan sedikit memudahkan, seperti aplikasi Gojek atau Grab yang memudahkan pertemuan antara pengguna dengan pengemudi ojek online.
Namun demikian, menurutnya, Marketplace Guru hanya akan berfungsi dengan baik jika masalah utama, yaitu pengangkatan guru honorer menjadi PPPK, telah diselesaikan.
“Dengan demikian, distribusi guru dapat dilakukan dengan lebih efektif sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap sekolah,” pungkasnya.
Sumber Liputan6.com