WartaJuara.com – Sudah sebulan lebih, kasus tambang batu bara yang menyerobot Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) tak kunjung tuntas. Aktor utama aktivitas tambang itu hingga kini belum terungkap. Meski begitu Universitas Mulawarman (Unmul) terus bergerak mendorong agar kasus ini bisa terungkap dengan jelas.
Diketahui sejauh ini, progres kasus ini sedang dalam penanganan Polda Kaltim dan Gakkum LHK Kalimantan. Sudah ada menyelidikan, bahkan kini sudah naik ke tahap penyidikan. Pihak Unmul sendiri tengah menyiapkan berbagai langkah. Mulai membentuk tim hukum serta menghitung valuasi ekonomi atas kerugian rusaknya kawasan hutan pendidikan tersebut.
Berbagai upaya pengungkapan kasus ini membuat Dr. Haris Retno Susmiati SH. MH, selaku bagian dari Tim Hukum Unmul angkat suara. Perusakan KHDTK Unmul menurutnya harus ditangani serius oleh pihak berwajib. Pengungkapannya juga diminta tidak menyasar pada personal saja, tetapi aktor di belakangnya maupun korporasi yang mendanai. “Karena sering terjadi di kasus tambang yang disalahkan atau proses hukum hanya mengarah pada operator atau pihak mandor di lapangan saja,” ujar Retno.
Apalagi pada kasus kali ini, aktivitas keruk emas hitam ini menyerobot kawasan hutan khusus. Fungsi hutan sudah sangat jelas dan diatur dalam UU sebagai kawasan konservasi, pendidikan maupun riset. Sudah seharusnya pihak yang bertanggung jawab dijatuhi sanksi berat dibandingkan tambang yang dilakukan di luar kawasan hutan. “Jadi kami menunggu langkah dari pihak kepolisian dan Gakkum LHK dalam penyelesaian kasus ini,” tuturnya.
Dosen Fakultas Hukum Unmul ini juga menjelaskan, hutan punya fungsi lingkungan krusial. Bukan sekedar sebagai media penelitian semata, tapi memiliki fungsi lain bagi masyarakat Samarinda dan Kaltim secara luas. Oleh karena itu Retno meminta agar ada penegakan hukum setuntas-tuntasnya.
“Ini merupakan perhatian kita semua. Penegakan hukum itu bisa banyak langkah, bisa pidana, perdata, dan bahkan administratif,” jelasnya.
Menurut Haris Retno, para penegak hukum yang sudah menelusuri bukti, telah mengatakan memang ada dugaan keterlibatan perusahaan bahkan bisa juga terkait dengan perizinannya karena mempunyai areal konsesi IUP. Sehingga, langkah hukum perdata tentu menjadi salah satu pilihan yang dilakukan Unmul, dan kini dihitung oleh tim valuasi ekonomi.
Kemudian, Dekan Fakultas Kehutanan Unmul, Prof. Irawan Wijaya Kusuma juga buka suara terkait kasus ini. Pihaknya kini tengah membentuk tim evaluasi ekonomi, bahkan telah mendapat support dari bidang keanekaragaman hayati dan reklamasi.
Tim ini bergerak secara komprehensif dari sisi vegetasi dan tata air serta lingkungan, agar menghitung kerugian dari dampak kerusakan hutan pendidikan yang dikelola Unmul tersebut.
“Secepatnya segera akan kami publish kalau sudah ada angka kerugiannya. Jadi ini kesatuan tim yang komprehensif, multi bidang, dan bisa memberikan data yang akurat,” urainya.
Lebih jauh ia menjelaskan, tugas tim evaluasi ekonomi ini untuk melihat apa saja yang hilang dari aksi perambahan hutan tersebut. Mulai dari kehilangan vegetasi, habitat satwa, hingga terganggunya tata air di sekitar KHDTK Unmul. Kemudian akan terlihat hasil kerugian dari kerusakan lingkungan yang terjadi.
“Jadi, tim ini sudah bergerak menghitung kerugian,” sebutnya.
Dipastikannya, tim ini sudah mulai dibentuk dan mulai bekerja dalam beberapa pekan ke depan. Tentu dengan metode menggabungkan berbagai kompetensi ini dapat dengan cepat penyelesaikan valuasi ekonomi yang dibutuhkan.
“Tim berupaya keras, ini jadi konsen kami, bukan hanya tentang kasus perusak hutan, tetapi bagaimana kondisi lingkungan juga diupayakan untuk dipulihkan kembali,” pungkasnya. (bct)