WartaJuara.com – Debat pertama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kaltim berlangsung pada Rabu malam, 23 Oktober 2024, di Plenary Hall, Sempaja. Meskipun debat berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan KPU Kaltim, pembahasan para pasangan calon (paslon) dianggap masih dangkal dan belum menyentuh isu-isu utama di Kaltim.
Dalam debat tersebut, lima panelis dan tim perumus yang terdiri dari akademisi, tokoh masyarakat, dan praktisi, telah dipersiapkan KPU untuk mengangkat berbagai masalah kesejahteraan rakyat di Kaltim. Namun, jawaban dari para paslon dinilai belum konkret dan masih jauh dari ekspektasi masyarakat.
Isran Noor dan Hadi Mulyadi, paslon petahana nomor urut 1, menyatakan bahwa program pembangunan rumah layak huni sudah menjadi bagian dari program kerja mereka, dengan memanfaatkan dana APBD dan partisipasi perusahaan melalui program corporate social responsibility (CSR). Namun, jawaban tersebut dinilai belum memadai karena tidak memberikan solusi yang jelas terkait upaya memastikan masyarakat perkotaan dapat memiliki rumah layak huni.
Hal serupa terjadi pada paslon nomor urut 2, Rudy Mas’ud dan Seno Aji. Ketika ditanya soal pengangguran terbuka di Kaltim yang mencapai 5,75 persen—angka tertinggi di Pulau Kalimantan—jawaban yang disampaikan hanya berupa janji untuk menekan pengangguran hingga 2 persen melalui peningkatan UMKM. Namun, tidak ada penjelasan detail tentang jenis lapangan kerja apa yang akan diciptakan atau sektor mana yang akan didorong untuk menyerap tenaga kerja lokal.
Menurut akademisi Universitas Mulawarman, Sri Murlianti, kedua paslon terlihat belum memiliki visi yang jelas terkait kondisi Kaltim. Ia menilai visi ekonomi inklusif yang diusung kedua paslon seharusnya dijelaskan secara terperinci dalam debat. “Apa mungkin mereka bisa mengatasi krisis pekerjaan di sektor tambang batu bara? Apa lapangan pekerjaan baru yang akan disiapkan?” ujar Sri.
Sri juga menyoroti ketidakjelasan terkait pilihan sektor unggulan yang akan diandalkan untuk menyejahterakan masyarakat Kaltim. “Apakah itu perkebunan, pertanian, atau industri jasa? Semua harus dijelaskan dengan strategi dan solusi yang jelas, agar tidak menimbulkan masalah baru,” tambahnya.
Ia juga menyoroti isu ketenagakerjaan yang belum terjawab dengan baik, mengingat tingginya pengangguran di Kaltim meskipun provinsi ini menjadi pusat industri ekstraktif. Menurutnya, belum ada strategi konkret dari para paslon terkait pemberantasan kesenjangan antara pekerja lokal dan pekerja migran.
Sehingga terlihat dari debat ini, meskipun memberikan gambaran tentang visi misi para paslon, masih belum memberikan jawaban memuaskan atas isu-isu krusial yang dihadapi Kaltim. (bct)