WartaJuara.com – Longsornya jalan poros Samarinda – Balikpapan di Km 28 berdampak pada rusaknya 20 rumah warga. Komisi III DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas masalah tersebut. Hasilnya bakal dibentuk tim untuk menganalisa penyebab longsor terjadi.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, mengatakan ada dua argumentasi terkait longsornya jalan di Km 28 Samarinda – Balikpapan tersebut. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta tim geologi Universitas Mulawarman menyatakan longsor diakibatkan gejala alam. Tetapi masyarakat beranggapan aktivitas tambang di sekitar pemukiman penyebabnya. “Makanya dari RDP tadi kami berinisitif membentuk tim untuk menganalisa bersama kondisi longsor tersebut,” ujar Reza.
Selain anggota Komisi III, turut ikut serta dalam tim tersebut Dinas ESDM, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) dan perwakilan masyarakat. Sehingga secara bersama-sama bisa melihat, seperti apa hasil kajian terhadap kondisi jalan longsor tersebut. “Dalam waktu dekat kami akan bentuk tim tersebut dan langsung bekerja,” sebut politikus Gerindra ini.
Sementara itu, Komisi III juga tetap meminta agar perusahaan membantu warga yang terdampak. Meskipun sudah dipastikan jika longsor jalan tersebut bukan diakibatkan dari aktivitas tambang batu bara yang mereka jalankan. “Jadi bentuknya hanya membantu warga saja. Bukan sebagai bentuk tanggung jawab,” katanya.
Terpisah Kepala ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, mengatakan dari hasil penelusuran mereka tidak ditemukan adanya pelanggaran dari perusahaan. Aktivitas tambang masih berjarak 1 kilometer dari pemukiman warga. Perizinan juga lengkap dan tidak ada yang menyalahi aturan. “Jadi kami lihat semua kaidah yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup tidak ada yang dilanggar,” ujar Bambang.
Secara geologi, ESDM Kaltim coba menjelaskan penyebab longsor tersebut. Kawasan pemukiman warga itu berada di formasi perkampungan baru. Sehingga kondisi lahannya belum padat, maka mudah terjadi longsor. “Jadi jalan itu masuk dalam kawasan rentan longsor,” urainya.
Ditambah lagi, lanjutnya, terdapat lembah di belakang pemukiman warga. Membuat kondisi tanah semakin mudah terjadi pergeseran. Sehingga longsor yang terjadi murni akibat ada pergerakan tanah. “Memang rentan di sana tanahnya,” paparnya.
Sementara itu salah satu perwakilan warga, Roni Hidayatullah, menceritakan awal mula kejadian longsor. Fase pertama terjadi di Januari hingga Maret 2025, kala itu kondisi yang terjadi hanya retak pada bagian rumah. Kemudian April, retak sudah pada bagian jalan dan sudah 14 rumah yang terdampak. Hingga akhirnya di bulan Mei jalan jadi longsor dan 20 rumah rusak. “Makanya warga menuntut ada ganti rugi terkait kejadian longsor ini,” beber Roni. (bct)