WartaJuara.com – Kampanye Pilkada Kaltim 2024 turut meramaikan media sosial. Para pasangan calon (paslon) memanfaatkan platform ini untuk membangun citra. Namun, fungsi utama kampanye bergeser; yang muncul justru lebih banyak kegaduhan ketimbang penyampaian visi-misi dan program kerja.
Akademisi dari Universitas Mulawarman (Unmul), Silviana Purwanti menilai media sosial hanya dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas semata. Bahkan paslon juga memanfaatkanpara influencer berpengikut banyak. “Fungsi medsos sekarang sudah berubah, lebih sebagai pemicu kegaduhan saja,” ucapnya.
Dosen Ilmu Komunikasi ini membandingkan kondisi sekarang dengan satu dekade lalu, ketika medsos dianggap efektif mengarahkan pandangan pemilih, khususnya mereka yang masih ragu menentukan sikap. Namun kini, kata Silvi, konten visi-misi justru dianggap tidak relevan di media sosial. “Sekarang, medsos hanya jadi ajang seru-seruan, visi-misi dianggap tak perlu disampaikan dalam bentuk konten.”
Dengan makin kritisnya pemilih yang mampu mencari informasi sendiri, menurut Silvi, upaya para pendengung atau buzzer untuk menggiring opini malah menjadi sekadar pengisi riuhnya jagat maya. “Netizen yang ikut ramai-ramai biasanya sudah punya pilihan sendiri. Bukan lagi pemilih yang bimbang,” ujarnya.
Bahkan bagi pemilih yang masih ragu, keramaian di media sosial hanya menjadi langkah awal untuk mencari tahu lebih lanjut. Pemilih kini lebih memilih memvalidasi informasi secara mandiri sebelum menentukan pilihan di bilik suara.
Di sisi lain, peran influencer terus diberdayakan paslon untuk memicu kegaduhan yang dapat memancing algoritma pencarian. Namun, fungsinya kini tak lebih dari sekadar corong isu-isu yang diinginkan para aktor politik. “Buzzer atau influencer hanya memastikan isu-isu politik tersampaikan dengan halus, meski terkadang semuanya sudah sama-sama tahu,” tutup Silvi. (bct)