WartaJuara.com – Pelibatan perempuan dalam isu transformasi ekonomi dan transisi energi berkeadilan, menjadi hal penting. Mengingat, perempuan menjadi pihak yang terdampak ketika ada dinamika di isu energi. Namun, sayangnya dengan pengalaman segudang, pelibatannya tak banyak sejauh ini.
Yayasan Mitra Hijau mencoba membuka kesempatan itu melalui Workshop “Perempuan Sebagai Agen Perubahan Mewujudkan Transformasi Ekonomi dan Energi Berkeadilan” pada 12 dan 13 Desember 2024 lalu. Acara ini diikuti 111 perempuan yang berasal dari desa terdampak tambang dan perwakilan organisasi perempuan di Samarinda dan Kutai Kartanegara. Dari agenda tersebut terekam berbagai pengalaman perempuan yang terdampak dari eksploitasi sumber energi fosil. Kemudian adapula beberapa perempuan berhasil menggerakkan ekonomi berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya di desanya.
Salah satunya adalah Muginem dari Desa Mulawarman, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara yang menggerakkan UMKM makanan ringan dan turut mengeksplorasi pemanfaatkan biogas dari limbah ternak di desanya. Masih dari Tenggarong Seberang, tepatnya di Desa Suka Maju ada juga Yayuk Sehati yang berhasil jadi penggerak pembuatan paving dari sampah plastik di desanya. Produknya pun telah dilempar ke pasaran pada berbagai tempat. “Lebih baik hidup dari sampah, daripada hidup menjadi sampah,” kata Yayuk Sehati, saat presentasi.
Tidak hanya itu, Bank Sampah juga banyak digerakkan kaum ibu. Seperti Bank Sampah Flamboyan di Sungai Siring, mereka hanya memerlukan waktu sehari dalam seminggu untuk mengoperasikan Bank Sampah dan mengubahnya menjadi cuan sejak beberapa tahun lalu.
Keterlibatan perempuan untuk memastikan transisi energi berkeadilan sangat penting. Apalagi, kini bumi terus mengalami pemanasan global. Hal ini ditegaskan Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau, Doddy S Sukadri yang memaparkan bagaimana Kenaikan suhu global hampir mencapai 1,5 Celcius dibandingkan dengan suhu bumi rata-rata sebelum revolusi industri pada abad 18.
Maka dari itu diperlukan transisi energi atau peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan. Tetapi, bukan sekadar transisi energi. Tetapi, harus Transisi energi yang berkeadilan.
“Yaitu, transisi energi yang diarahkan untuk mengurangi kesenjangan, meningkatkan aksi iklim, sambil mengedepankan keadilan ekonomi, suku, ras, dan gender,” jelas Doddy dalam workshop.
Rosalena Fransiska yang juga dari Yayasan Mitra Hijau pun memaparkan, dua sasaran kesetaraan gender dalam isu transisi energi. Sasaran pertama adalah Perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin, berpartisipasi, dan mendapatkan manfaat dari transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan inklusif.
“Kedua, perempuan memiliki akses dan kendali yang sama terhadap produk dan layanan energi berkelanjutan,” papar perempuan yang akrab disapa Oca tersebut. (bct)