WartaJuara.com – Pengusutan kasus dana jaminan reklamasi (jamrek) oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim dinilai bukan hal baru dan tak mengejutkan publik. Sudah seharusnya pengusutan penyelewengan dana pascatambang ini berjalan sejak dahulu.
Bagi Herdiansyah Hamzah, pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, menurutnya langkah Kejaksaan Tinggi Kaltim ini merupakan kemajuan dalam kinerja penanganan korupsi di sektor sumber daya alam. Tetapi tetap ada pertanyaan yang lebih mengganggu: “Kenapa baru sekarang?” ujarnya, Kamis, 22 Mei 2025.
Masalah jamrek yang tak kunjung digunakan untuk menutup lubang bekas tambang, kata Herdiansyah, sudah lama jadi sorotan. Para aktivis lingkungan kerap menyoroti dugaan penyalahgunaan dana tersebut. “Jamrek itu sesat sejak lahir,” kata pria yang akrab disapa Castro ini.
Ia menilai, jamrek tak pernah benar-benar menjadi solusi atas kerusakan lingkungan. Dana itu hanya sebatas garansi, bukan jawaban atas tanggung jawab ekologis. “Jamrek tak mampu menjawab persoalan reklamasi pascatambang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Castro menyoroti ketiadaan transparansi dalam pengelolaan jamrek. Publik tidak pernah tahu berapa besaran dana yang dijaminkan, siapa pengelolanya, di mana disimpan, dan bagaimana mekanisme penggunaannya. “Kondisi ini memperkuat dugaan adanya konspirasi jahat di balik pengelolaannya,” katanya.
Ia menyebut ada relasi mutualisme yang korup: perusahaan ingin lepas dari kewajiban reklamasi, sementara pejabat pemegang otoritas berharap mendapat keuntungan dari persetujuan yang mereka keluarkan. Akibatnya, lubang bekas tambang dibiarkan menganga di berbagai wilayah Bumi Etam.
Castro berharap penegakan hukum tidak berhenti pada satu kasus. “Masih banyak jamrek yang tak jelas nasibnya,” tegasnya.
Kasus terbaru yang menyeret Direktur CV Arjuna berinisial IEE dan mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim, AMR, menurutnya bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar penyelewengan jamrek lain yang serupa. (bct)