WartaJuara.com – Pilkada di Kaltim masih dianggap mengabaikan kepentingan masyarakat oleh Koalisi Masyarakat Sipil (KMS). Lantaran, semua pemenang pilkada selalu abai terhadap persoalan utama masyarakat Kaltim. Arah kebijakan pun cenderung menguntungkan industri ekstraktif yang merusak alam dan sumber konflik di masyarakat.
KMS menilai demokrasi di Kaltim masih terjebak pada lingkaran oligarki, dinasti politik hingga membuat korupsi merajalela. Sedangkan masyarakat, masih dihantui pada konflik lingkungan dan sosial atau berhadapan dengan perusahaan. “Demokrasi yang kita kenal perlu evaluasi mendalam untuk menghadirkan jalan lain yang mendobrak lingkaran oligarki, dinasti politik, serta korupsi,” ucap perwakilan KMS Kaltim, Mareta Sari, saat berorasi dalam aksi di depan KPU Kaltim, Senin (25/11/2024) pagi.
Dalam orasinya, Eta juga menyinggung berbagai hasil pemilihan umum yang tak pernah memberi jawaban atas masalah masyarakat Kaltim. Dari 53 nyawa melayang di lubang tambang hingga dua korban yang melayang karena hauling batubara di Paser. “Pada akhirnya pilkada tak lebih dari pestanya para elit oligarki,” lanjut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim ini.
Ruang diskusi dalam pemilu yang ada, kata Eta, sapaannya, hanya berkutat pada peningkatan ekonomi hingga pembangunan besar-besaran. Di sisi lain, masyarakat dihadapkan dengan ruang hidupnya yang terhimpit dengan 44.736 lubang eks tambang di seluruh tanah Bumi Etam tanpa pernah dipulihkan hingga kini.
Fakta ini, harusnya bisa membuka mata para pejabat Kaltim agar mengupayakan demokrasi yang transparan, berpihak ke warga, serta melindungi ruang hidup masyarakat dengan menyeluruh.
Suardi, komisioner KPU Kaltim yang menemui masa aksi menghormati unjuk rasa tersebut. Namun dia menggarisbawahi, tugas-tugas KPU dalam menyelenggarakan pemilu merupakan aliran demokrasi yang sudah diatur. “Sementara figur berada di partai politik yang menentukan siapa yang akan diusung,” ujar Suardi.
Langkah-langkah penyelenggaraan pun sudah memiliki mekanisme yang ada di regulasi kepemiluan. Dari syarat pemenuhan pengusungan, penetapan peserta, hingga berbagai tahapan hingga terpilihnya pemenang dalam pemilu yang ada. “Aturan pemilu jadi koridor kerja-kerja KPU,” imbuhnya.
Meski banyak sorotan, kata komisioner yang membidangi divisi teknis penyelenggaraan ini, semua kembali ke masyarakat dalam menentukan siapa yang paling layak untuk memikul harapan. “Siapa yang dirasa terbaik, kembali ke masyarakat,” tandasnya. (bct)